Untuk pertama kalinya para astronom berhasil memperoleh citra dari tata surya multi planet, mirip dengan tata surya kita, yang mengorbit bintang lain.
Tata surya tersebut mengorbit sebuah bintang muda berdebu yang dinamai HR8799, berjarak 140 tahun cahaya dengan ukuran 1,5 kali Matahari kita. Tiga planet, berukuran berturut-turut sekitar 10, 10, dan 7 kali massa Jupiter mengedari bintang tersebut. Ukuran planet-planet tersebut berkurang sesuai jarak dari bintang induknya, sebagaimana halnya planet-planet raksasa di tata surya kita. Diperkirakan masih ada sejumlah planet lagi yang masih belum dapat teramati.
“Setiap planet ekstrasolar yang telah dideteksi sejauh ini hanya teramati dalam bentuk gerak osilasi (wobble) dalam sebuah grafik. Ini adalah citra pertama dari keseluruhan sistem” jelas Bruce Macintosh, astrofisikawan dari Lawrence Livermore National Laboratory (LLNL), dan salah seorang penulis utama dalam makalah yang diterbitkan pada jurnal Science Express, 13 November lalu. “Kami telah berusaha selama delapan tahun tanpa hasil, dan kini kita telah memperoleh citra dari tiga planet sekaligus.”
Memanfaatkan observasi near-infrared kontras-tinggi dengan teleskop Keck dan Gemini, kelompok peneliti dari LLNL, NRC Herzberg Institute of Astrophysics di Canada, Lowell Observatory, University of California Los Angeles, dan sejumlah institusi lainnya berhasil mengamati ketiga planet yang mengorbit bintang HR8799.
Sejak satu dekade belakangan, para astronom telah mengetahui melalui teknik tidak langsung bahwa Matahari bukanlah satu-satunya bintang dengan planet yang mengorbit.
“Namun kami akhirnya berhasil memperoleh citra sebenarnya dari keseluruhan sistem,” kata Macintosh. “Ini adalah pencapaian penting dalam pencarian dan karakterisasi dari sistem planeter di sekeliling bintang-bintang.”
Citra false-color near-infrared yang diambil oleh teleskop W.M. Keck II dan perangkat optik adaptif. Ketiga planet ditandai sebagai b, c, dan d. Titik-titik berwarna-warni di tengah adalah sisa-sisa dari cahaya terang dari bintang induk setelah citra diproses. (Gambar: LLNL)
“Selama 10 tahun terakhir, beragam teknik pendeteksian planet telah dipakai untuk menemukan lebih dari 200 eksoplanet. Namun semua metode itu memiliki keterbatasan. Kebanyakan teknik dapat mengenali keberadaan sebuah planet berdasarkan pengaruhnya terhadap bintang yang diorbitinya, namun tidak memberikan informasi apapun terhadap planet bersangkutan selain massa dan orbitnya. Selain itu, teknik-teknik yang ada hanya mampu mendeteksi keberadaan planet dengan separasi kecil hingga menengah terhadap bintang induknya — biasanya kurang dari sekitar 5 AU (Astronomical Unit, jarak rata-rata Bumi ke Matahari).
Dalam penemuan baru ini, planet-planet tersebut memiliki separasi 24, 37, dan 67 kali separasi Bumi-Matahari dari bintang induknya. Planet terjauh di sistem tersebut mengorbit di dalam cakram reruntuhan (debris) debu yang serupa dengan yang dihasilkan oleh komet-komet pada daerah Sabuk Kuiper di tata surya kita (diluar garis orbit Neptunus, pada jarak sekitar 30 kali jarak Bumi-Matahari).
“Cakram debu HR8799 adalah salah satu yang paling masif yang mengorbit sebuah bintang berjarak kurang dari 300 tahun cahaya dari Bumi,” demikian menurut Ben Zuckerman dari UCLA.
Dalam beberapa hal, sistem planeter ini terlihat sebagai versi dalam skala yang diperbesar dari sistem tata surya kita dengan bintang induk yang lebih besar dan lebih cemerlang,” Macintosh menambahkan.
Bintang induk dari sistem ini adalah bintang biru cemerlang dari tipe-A. Bintang dari tipe ini biasanya diabaikan dalam survey pencitraan langsung, baik yang berbasis darat maupun antariksa, karena memiliki kontras yang rendah antara bintang yang cemerlang dan planet yang redup. Namun bintang jenis ini memiliki kelebihan dibandingkan Matahari kita: Pada masa-masa awal hidupnya, bintang tersebut dapat menahan cakram material pembentuk planet dalam jumlah besar dan dengan demikian dapat membentuk planet-planet yang lebih masif dengan separasi yang lebih lebar sehingga lebih mudah untuk dideteksi. Berdasarkan studi terkini, bintang tersebut juga diketahui berusia muda – kurang dari 100 juta tahun – yang berarti planet-planetnya masih berpendar akibat panas dari proses formasinya.
“Dengan melihat planet-planet itu secara langsung – memisahkan cahayanya dari cahaya bintang induknya – kita dapat mempelajarinya secara individual dan menggunakan spektroskopi untuk mempelajari sifat-sifat, seperti suhu dan komposisinya,” jelas Macintosh.
“Perbandingan terperinci dengan model teoretis dari atmosfer mengkonfirmasi bahwa ketiga planet tersbut memilki atmosfer yang kompleks dengan awan debu yang memerangkap sebagian panas dan mereradiasikan panas yang lolos,” timpal astronom dari Lowell Observatory, Travis Barman.
Planet-planet tersebut telah dipelajari secara ekstensif memanfaatkan perangkat optik adaptif (adaptive optics) pada teleskop raksasa Keck dan Gemini di Mauna Kea, Hawaii. Optik adaptif memungkinkan para astronom untuk meminimalisasi efek pengaburan (blurring) dari atmosfir Bumi guna menghasilkan citra dengan detail dan resolusi tinggi. LLNL telah membantu membangun sitem adaptif optik generasi awal pada teleskop Keck, teleskop optik terbesar di dunia. Christian Marois, mantan peneliti postdoktoral di LLNL dan penulis utama makalah yang kini bekerja di NRC, mengembangkan teknik pemrosesan komputer tingkat lanjut yang membantu memunculkan planet-planet tersebut dari cahaya terang bintang induknya.
Sementara itu, suatu tim yang dipimpin oleh Macintosh membangun sistem optik adaptif yang lebih canggih yang didesain dari awal untuk menghalangi cahaya dari bintang yang terang dan menampakkan planet yang paling redup sekalipun. Dikenal sebagai Gemini Planet Imager (http://gpi.berkley.edu), sistem ini akan 100 kali lebih sensitif dari instrumen yang ada sekarang dan dapat mengambil citra dari planet serupa Jupiter yang mengorbit bintang dekat.
“Saya kira ada kemungkinan yang sangat besar bahwa ada lebih banyak planet dalam sistem yang sekarang belum dapat kita deteksi,” kata Macintosh. “Satu hal yang membedakan sistem ini daripada kebanyakan planet ekstrasolar yang telah diketahui adalah bahwa HR8799 memiliki planet raksasa di di bagian luar – seperti halnya tata surya kita – dan dengan demikian memiliki ‘ruang’ unntuk planet terrestrial (batuan) yang lebih kecil, yang jauh diluar kemampuan kita untuk melihat, pada bagian dalamnya.” (publicaffairs.llnl.gov)
0 komentar:
Posting Komentar