FENOMENA DUNIA

Fenomena Dunia

Sejarah Masa Lampau Dan Semua Kejadian-kejadian Unik, Aneh, Langka, Keren, dan Semua Fenomena-Fenomena yang ada diseluruh dunia lainnya Bisa dilihat disini..!!!^^

Fenomena Gosip

Kerajaan Banjar

1. Sejarah
Sultan Hidayatullah 
 
Penghuni pertama Kalimantan Selatan diperkirakan terkonsentrasi di desa-desa besar, di kawasan pantai kaki Pegunungan Meratus yang lambat laun berkembang menjadi kota-kota bandar yang memiliki hubungan perdagangan dengan India dan Cina. Dalam perkembangannya, konsentrasi penduduk juga terjadi di aliran Sungai Tabalong. Pada abad ke 5 M, diperkirakan telah berdiri Kerajaan Tanjungpuri yang berpusat di Tanjung, Tabalong. Jauh beberapa abad kemudian, orang-orang Melayu dari Sriwijaya banyak yang datang ke kawasan ini. Mereka memperkenalkan bahasa dan kebudayaan Melayu sambil berdagang. Selanjutnya, kemudian terjadi asimilasi dengan penduduk tempatan yang terdiri dari suku Maanyan, Lawangan dan Bukit. Maka, kemudian berkembang bahasa Melayu yang bercampur dengan bahasa suku-suku daerah tempatan, yang kemudian membentuk bahasa Banjar Klasik.  
 
Untuk mengetahui sejarah Banjar lebih lanjut, historiografi tradisional masyarakat tempatan sangat banyak membantu. Di antara sumber yang paling populer adalah Hikayat Lambung Mangkurat, atau Hikayat Banjar. Berdasarkan sumber tersebut, di daerah Banjar telah berdiri Kerajaan Hindu, yaitu Negara Dipa yang berpusat di Amuntai. Kemudian berdiri Negara Daha yang berpusat di daerah sekitar Negara sekarang. Menurut Hikayat Banjar tersebut, Negara Dipa adalah kerajaan pertama di Kalimantan Selatan.  
 
Cikal bakal Raja Dipa bisa dirunut dari keturunan Aria Mangkubumi. Ia adalah seorang saudagar kaya, tapi bukan keturunan raja. Oleh sebab itu, berdasarkan sistem kasta dalam Hindu, ia tidak mungkin menjadi raja. Namun, dalam pratiknya, ia memiliki kekuasaan dan pengaruh yang dimiliki oleh seorang raja. Ketika ia meninggal, penggantinya adalah Ampu Jatmika, yang kemudian menjadi raja pertama Negara Dipa. Untuk menutupi kekurangannya yang tidak berasal dari keturunan raja, Jatmika kemudian banyak mendirikan bangunan,seperti candi, balairung, kraton dan arca berbentuk laki-laki dan perempuan yang ditempatkan di candi. Segenap warga Negara Dipa diwajibkan menyembah arca ini.  
 
Ketika Ampu Jatmika meninggal dunia, ia berwasiat agar kedua anaknya, Ampu Mandastana dan Lambung Mangkurat tidak menggantikannya, sebab mereka bukan keturunan raja. Tapi kemudian, Lambung Mangkurat berhasil mencari pengganti raja, dengan cara mengawinkan seorang putri Banjar, Putri Junjung Buih dengan Raden Putera, seorang pangeran dari Majapahit. Setelah menjadi raja, Raden Putera memakai gelar Pangeran Suryanata, sementara Lambung Mangkurat memangku jabatan sebagai Mangkubumi.  
 
Setelah Negara Dipa runtuh, muncul Negara Daha yang berpusat di Muara Bahan. Saat itu, yang memerintah di Daha adalah Maharaja Sukarama. Ketika Sukarama meninggal, ia berwasiat agar cucunya Raden Samudera yang menggantikan. Tapi, karena masih kecil, akhirnya Raden Samudera kalah bersaing dengan pamannya, Pangeran Tumenggung yang juga berambisi menjadi raja. Atas nasehat Mangkubumi Aria Tranggana dan agar terhindar dari pembunuhan, Raden Samudera kemudian melarikan diri dari Daha, dengan cara menghilir sungai melalui Muara Bahan ke Serapat, Balandian, dan memutuskan untuk bersembunyi di daerah Muara Barito. Di daerah aliran Sungai Barito ini, juga terdapat beberapa desa yang dikepalai oleh para kepala suku. Di antara desa-desa tersebut adalah Muhur, Tamban, Kuwin, Balitung dan Banjar. Kampung Banjar merupakan perkampungan Melayu yang dibentuk oleh lima buah sungai yakni Sungai Pandai, Sungai Sigaling, Sungai Karamat, Jagabaya dan Sungai Pangeran (Pageran). Semuanya anak Sungai Kuwin. Desa Banjar ini terletak di tengah-tengah pemukiman Oloh Ngaju di Barito Hilir.  
 
Orang-orang Dayak Ngaju menyebut orang yang berbahasa Melayu dengan sebutan Masih. Oleh karena itu, desa Banjar tersebut kemudian disebut Banjarmasih, dan pemimpinnya disebut Patih Masih. Desa-desa di daerah Barito ini semuanya takluk di bawah Daha dengan kewajiban membayar pajak dan upeti. Hingga suatu ketika, Patih Masih mengadakan pertemuan dengan Patih Balit, Patih Muhur, Patih Balitung, Patih Kuwin untuk berunding, agar bisa keluar dari pengaruh Daha, dan menjadikan kawasan mereka merdeka dan besar.  
 
Keputusannya, mereka sepakat mencari Raden Samudera, cucu Maharaja Sukarama yang kabarnya sedang bersembunyi di daerah Balandean, Sarapat. Kemudian, mereka juga sepakat memindahkan bandar perdagangan ke Banjarmasih. Selanjutnya, di bawah pimpinan Raden Samudera, mereka memberontak melawan kerajaan Daha. Peristiwa ini terjadi pada abad ke-16 M. Pemberontakan ini amat penting, karena telah mengakhiri eksistensi Kerajaan Daha, yang berarti akhir dari era Hindu. Selanjutnya, masuk ke era Islam dan berdirilah Kerajaan Banjar.  
 
Dalam sejarah pemberontakan itu, Raden Samudera meminta bantuan Kerajaan Demak di Jawa. Dalam Hikayat Banjar disebutkan, Raden Samudera mengirim duta ke Demak untuk mengadakan hubungan kerja sama militer. Utusan tersebut adalah Patih Balit, seorang pembesar Kerajaan Banjar. Utusan menghadap Sultan Demak dengan seperangkat hadiah sebagai tanda persahabatan berupa sepikul rotan, seribu buah tudung saji, sepuluh pikul lilin, seribu bongkah damar dan sepuluh biji intan. Pengiring duta kerajaan ini sekitar 400 orang. Demak menyambut baik utusan ini, dan sebagai persyaratan, Demak meminta kepada utusan tersebut, agar Raja Banjar dan semua pembesar mau memeluk agama Islam. Atas bantuan Demak, Pangeran Samudera berhasil mengalahkan Pangeran Tumenggung, penguasa Daha, sekaligus menguasai seluruh daerah taklukan Daha.  
 
Setelah berhasil meruntuhkan dan menguasai kerajaan Daha, maka Raden (Pangeran) Samudera segera menunaikan janji untuk memeluk Islam. Setelah masuk Islam, ia memakai gelar Sultan Suriansyah. Gelar lainnya adalah Panembahan atau Susuhunan Batu Habang. Dialah Raja Banjar pertama yang memeluk Islam, dan sejak itu, agama Islam berkembang pesat di Kalimantan Selatan. Pangeran Samudera (Sultan Suriansyah) diislamkan oleh wakil penghulu Demak, Khatib Dayan pada tanggal 24 September 1526 M, hari Rabu jam 10 pagi, bertepatan dengan 8 Zulhijjah 932 H. Khatib Dayan merupakan utusan Penghulu Demak Rahmatullah, dengan tugas melakukan proses pengislaman raja beserta pembesar kerajaan. Khatib Dayan bertugas di Kerajaan Banjar sampai ia meninggal dunia, dan dikuburkan di Kuwin Utara.
 
Sultan Suriansyah telah membuka era baru di Kerajaan Banjar dengan masuk dan berkembangnya agama Islam. Kerajaan Banjar yang dimaksud di sini adalah kerajaan pasca masuknya agama Islam. Sementara era Negara Dipa dan Daha merupakan era tersendiri yang melatarbelakangi kemunculan Kerajaan Banjar. Diperkirakan, Suriansyah meninggal dunia sekitar tahun 1550 M. Seiring masuknya kolonial kulit putih Eropa, Kerajaan Banjar kemudian dihapuskan oleh Belanda pada 11 Juni 1860.
 
2. Silsilah 
 
Silsilah berikut dimulai dari era masuknya Islam di Kerajaan Banjar. Berikut silsilahnya:
 
· Raja I adalah Sultan Suriansyah, putera dari pasangan Ratu Intan Sari atau Puteri Galuh dengan Raden Manteri Jaya. Suriansyah cucu Maharaja Sukarama Raja dari Kerajaan Negara Daha. Bergelar Panembahan atau Susuhunan Batu Habang.
· Raja II adalah Sultan Rahmatullah, putera Sultan Suriansyah. Ia bergelar Susuhunan Batu Putih
· Raja III adalah Sultan Hidayatullah, cucu Sultan Suriansyah. Ia bergelar Susuhunan Batu Irang.
· Raja IV adalah Sultan Mustainbillah.
 
3. Periode Pemerintahan
 
Untuk mengetahui nama raja-raja Banjar yang pernah memerintah di Kerajaan Banjar serta periode pemerintahannya, dapat dilihat pada tabel berikut:
 
Raja Ke Nama Raja Masa Hidup Periode Pemerintahan
 
                                             Wafat          Periode Pemerintahan
I .Sultan Suriansyah              1550 M            1526 - 1550 M
II .Sultan Rahmatullah               -                   1550 - 1570 M
III .Sultan Hidayatullah             -                    1570 - 1595 M
IV .Sultan Mustainbillah            - 
 
4. Wilayah Kekuasaan
 
Setelah Pangeran Samudera atau Sultan Sariansyah berhasil meruntuhkan kerajaan Daha, maka seluruh wilayah kekuasaan kerajaan Daha otomatis dikuasainya. Wilayah tersebut meliputi sepanjang Sungai Barito, Sungai Kuwin, Balabong, dan sebagian besar wilayah Kalimantan Timur.
 
5. Struktur Pemerintahan
 
Untuk mengatur pemerintahan, Sultan dibantu oleh para Patih, Mufti dan Penghulu.
 
6. Kehidupan Sosial Budaya
 
Dalam kehidupan masyarakat Banjar terdapat susunan dan peranan sosial yang berbentuk limas (lapisan). Lapisan paling atas adalah golongan penguasa yang merupakan golongan minoritas. Mereka adalah kaum bangsawan atau “bubuhan raja-raja”. Penghargaan masyarakat terhadap golongan bangsawan ini sesuai dengan derajat kebangasawanannya. Mereka, secara turun-temurun, menjadi golongan terhormat dan berdarah bangsawan, serta mempunyai gelar-gelar seperti sultan, pangeran, ratu, gusti, andin, antung, dan nanang. Golongan ini mempunyai hak memungut cukai dari hasil bumi, hasil pertanian, perikanan dan
lain-lain.  
 
Golongan kedua adalah pejabat kerajaan, ulama-ulama, mufti, dan penghulu. Golongan ini langsung berhubungan dengan penduduk. Segala macam barang yang diperdagangkan mereka beli dari masyarakat dan dibayar dengan uang. Mufti sebagai pejabat formal mengurus segala perkara hukum pada tingkat tinggi. Sementar ulama-ulama menyampaikan ajaran agama Islam.  
 
Golongan ketiga merupakan golongan terbesar, yaitu rakyat biasa. Mereka itu adalah golongan yang hidup dari pertanian dan perdagangan kecil-kecilan, nelayan, kerajinan, industri, dan pertukangan.  
 
Golongan bawah adalah golongan pandeling. Golongan pandeling adalah mereka yang kehilangan setengah kemerdekaan akibat hutang-hutang yang tak dapat mereka bayar. Biasanya, merekalah yang menjalankan perdagangan dari golongan bangsawan atau pedagang-pedangan kaya. Golongan ini berakhir pada abad ke-19, seiring dengan dihapuskannya Kerajaan Banjar oleh Belanda. Berkaitan dengan kehidupan budaya, telah berkembang beberapa corak seni dan sastra. Saat itu, Banjar telah memiliki gamelan yang dipukul dengan lemah lembut, seni sastra berkembang dengan menggunakan huruf Arab Melayu (Jawi), dan kemungkinan, juga telah berkembang suatu seni, hasil perpaduan antara tonil Melayu dan cerita Seribu Satu Malam. Seni ukir berkembang karena adanya kebiasaan para bangsawan dan orang kaya untuk membuat rumah secara mewah, yang dipenuhi dengan ukiran indah. Corak seni lain yang juga telah berkembang dan amat kuat dipengaruhi kebudayaan Islam adalah mahidin dan balamut. Ini semua menunjukkan bahwa, di Kerajaan Banjar telah berkembang suatu seni budaya
dengan coraknya yang khas.
 
 
Tulisan merupakan kiriman dari Keturunan Pangeran Hidayatullah di Cianjur

Foto dari halaman pertama buku “De Bandjermasinsche Krijg” van 1859-1863 Karangan W.A. van REES dengan tulisan dibawahnya “De Hoofdopstandeling” (“Kepala Pemberontak”).


1.
Sekilas tentang Sultan Hidayatullah Al-watsiq billah dalam Perang Banjar.


Pangeran Hidayatullah diangkat menjadi Sultan Banjar berdasarkan Surat Wasiat Kakek beliau Sultan Adam. Pengangkatan ini dilakukan karena ayah Pangeran Hidayatullah, Sultan Muda Abdurrahman wafat.

Lahir di Martapura pada tahun 1822 M, di-didik secara Islami dipesantren Dalam Pagar Kalampayan ( Didirikan oleh Syekh Muhammad Arsyad Al-banjari, salah seorang tokoh Agama Islam di Nusantara ) sehingga memiliki ilimu kepemimpinan serta keagamaan yang cukup tinggi untuk kemudian dipersiapkan menjadi Sultan.

Sebelum menjadi Sultan sempat menduduki jabatan sebagai Mangkubumi kesultanan pada tahun 1855 M. Pada saat itu jabatan Mangkubumi diangkat oleh Kolonial Belanda dengan persetujuan Sultan Adam. Dengan menduduki jabatan tersebut maka Pangeran Hidayatullah bisa lebih memahami & menyelami kondisi Kesultanan maupun rakyat Banjar, serta mengetahui kekuatan dan kelemahan kolonial Belanda (spionase), hal tersebut sangat berguna untuk persiapan perang.

Akibat campur tangan berulang-ulang pihak Belanda dalam pemerintahan Kesultanan, pemaksaan monopoli perdagangan, konsesi-konsesi pertambangan yang sepihak, serta kuatnya misi kaum nasrani ( Zending ) yang masuk kedalam benua banjar dengan dukungan tentara Hindia Belanda, maka mengakibatkan kebencian rakyat yang sangat mendalam. Perselisihan-persilisihan itu telah sangat lama terjadi, semenjak Kesultanan dipimpin oleh Sultan Suriansyah (~ 1600 M). Kebencian yang tak dapat lagi didiamkan, harus di tuntaskan, Sultan dan Rakyat bersatu untuk mengadakan perang Jihad Fisabilillah.

Sebelum dan ketika perang Sultan mengangkat beberapa Panglima perang karena luasnya areal medan pertempuran. Dari sebelah barat, Kesultanan Sambas, Sampit, Sangau, Kotawaringin, Pagatan bahkan jauh ke timur Kesultanan Pasir maupun Kesultanan Kutai dll. Dipersiapkan oleh Pangeran Hidayatullah sebagai areal perang maupun penyokong Perang Banjar .


Beberapa kutipan dari buku-buku karya Hindia Belanda.

“ Hidayat telah merencanakan dan mempersiapkan pemberontakan yang kemudian akan meluas diseluruh kerajaan “.

“ ….. Loera housin telah menerima dari Hidayat batu permata untuk menghasut penduduk daerah itu melawan gubernemen “.

“ ….. Hidayat sebulan yang lalu berada di gunung Batu Tiris telah mengadakan rapat akbar yang dihadiri para kepala “.

“ ….. seorang bernama Doelmatalip di Nagara telah menerima sepucuk surat dari Hidayat guna memanggil rakyat untuk melakukan perang Sabil “. (De Bandjermasinsche Krijg hal 14,20,31 & 71)


Pengangkatan salah satu pimpinan perangnya seperti berikut ;

“ Surat Seruan Pangeran Hidajatoellah ;

Dengan ini saya menganugrahkan kepada seorang rakyat bernama Gamar gelar Tumenggung Cakra Yuda dan dengan ini pula memperkenankan kepadanya melakukan Perang Sabilullah untuk menegakkan kejayaan agama dan ajaran Nabi Muhammad Rasululloh SAW.

Selanjutnya saya memaklumkan, bahwa pengangkatan ini tidak dapat diubah lagi, sehingga dengan demikian Tuan dapat mengadakan musyawarah atau persetujuan dengan Mufti Muhammad Cholid (mufti gubernemen ), Mufti Abdul Jalil, Pangulu Machmud ( pengulu gubernemen Martapura ), Tuan Chalifah Idjra-ie ( bertugas melakukan penyumpahan para saksi di Mahkamah Militer di Martapura ), semua haji yang di Dalam Pagar ( tempat tinggal para ulama ) dan yang ada di mana-mana dan semua kepala didalam perang ini disamping semua penduduk kampung, baik lelaki maupun perempuan, yang masih terikat kepada Al Khaliq dan Rasulnya.

Bilamana ada diantara mereka yang tidak memperhatikan atau ada yang menentang peraturan yang telah saya keluarkan, maka saya memperkenankan kepada Tuan untuk menghukumnya sampai mati dengan jalan dipancung kepalanya dan menghancurkan harta bendanya.

Dalam hal Tuan tidak melaksanakan kemauan saya ini dengan seksama dan tidak memperhatikan semua perintah yang telah saya keluarkan dengan persetujuan orang tua saya , maka Tuan dan seluruh keturunan Tuan selama lamanya akan terkutuk.

Saya memohon semoga Yang Maha Kuasa akan memperkenankan harapan saya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dan dari Dayak Dari, Dayak Dusun (Tanah Dusun) dan Dayak Biajau menyerang dan menghancurkan Martapura. Oleh karena yang disebut diatas masih orang kafir (belum Islam) maka akan merupakan suatu kebajikan apabila mereka ikut menghancurkan musuh-musuh Nabi .

Surat ditulis Pangeran Hidajatoellah tanggal 22 Jumadil Awal 1277 / 10 Desember 1860 ditandatanganinya dan juga oleh Pangeran Wira Kusumah (masing-masing cap dan Pangeran Hidajatoellah dengan cap Sulthan).

Surat itu diperlihatkan oleh Gamar kepada Resident ketika ia ditangkap oleh Belanda. (De Bandjarmasinsche Krijg halaman 162 & 163) ”.


Setelah Pengangkatan-pengangkatan dan persiapan-persiapan yang matang maka dikobarkanlah Perang Banjar pada tanggal 28 April 1859 dengan semboyan Beatip Beamal Fisabilillah secara serempak.

Jalannya peperangan terekam dalam beberapa tulisan berikut;


“ Sambil bertandak dan berdoa mereka menerobos sampai 10 langkah dari carre` ( formasi tempur berbentuk persegi empat ); meriam houwitser diisi lagi. “Tembak !!” , kedengaran dari mulut komandan, akan tetapi baik pipa houwitser maupun beberapa bedil macet. Beberapa orang musuh sekarang datang melalui houwitser masuk kedalam carre’: dengan pemimpinnya yang berpakaian kuning di muka sekali. Kopral Smit mendapat tusukan tombak pada saat akan memasang lagi isian bedil; van Halderen mendapat dua sabetan klewang yang mematikan pada saat akan memasang lagi pipa yang baru. Pistol kepunyaan van der Heijden juga macet, ketika ia akan menembak kepala penyerbu itu. Kepala yang gagah berani ini telah menerjangnya dan akan menekankan ujung tombak ke dadanya. Koch segera melompat, menangkis dengan pedang tusukan itu, akan tetapi ia sendiri terpanggang tusukan tombak dan keris, dan jatuh tersungkur”. (De Bandjermasinsche Krijg hal. 205)


“ Tentara (Hindia Belanda) telah mempertahankan kehormatan namanya, banyak perwira dan prajurit telah menunjukan keluarbiasaanya, banyak yang mengucurkan darahnya, banyak yang mengorbankan nyawanya.

Celakanya, terlalu sering !

Barisan menjadi tipis, rumah-rumah sakit dan kapal-kapal pengangkut diisi penuh prajurit yang kelelahan karena perang.

Terlalu sering kita ini wajib mengganti pasukan, dan menggantikannya dengan yang baru, yang didatangkan dari Jawa; bahkan demikian seringnya, sehingga kita dalam melukiskan jalannya peperangan segera berhenti memuat semua mutasi !!!”. (De Bandjermasinsche Krijg hal. 395 )


Perang yang tidak berkesudahan, kekalahan yang terus menerus, kematian prajurit maupun pimpinan tentara Hindia Belanda yang tiada henti, sungguh membuat bingung, lelah dan frustasi, sehingga dipersiapkanlah cara-cara yang sangat keji dan licik. Sebuah tipu muslihat yang sangat tidak pantas dipersiapkan untuk memperoleh suatu kemenangan dalam peperangan.

Penipuan itu dimulai dengan ditangkapnya Ratu Siti , Ibunda Sultan Hidayatullah, kemudian Pihak Belanda menulis surat atas nama Ratu Siti kepada Sultan, agar mengunjungi beliau sebelum dihukum gantung oleh Pihak Belanda. Surat tersebut tertera cap Ratu Siti…, padahal semua itu hanya rekayasa & tipuan tanpa pernah Ratu Siti membuat surat tersebut. Ketika bertemu dengan Ibunda Ratu Siti ditangkaplah Sultan Hidayatullah dan diasingkan ke Cianjur. Penangkapannya dilukiskan pihak belanda :


“ Pada tanggal 3 Maret 1862 diberangkatkan ke Pulau Jawa dengan kapal perang ‘Sri Baginda Maharaja Bali’ seorang Raja dalam keadaan sial yang dirasakannya menghujat dalam, menusuk kalbu karena terjerat tipu daya. Seorang Raja yang pantas dikasihani daripada dibenci dan dibalas dendam, karena dia telah terperosok menjadi korban fitnah dan kelicikan yang keji setelah selama tiga tahun menentang kekuasaan kita (Hindia Belanda) dengan perang yang berkat kewibawaanya berlangsung gigih, tegar dan dahsyat mengerikan. Dialah Mangkubumi Kesultanan Banjarmasin yang oleh rakyat dalam keadaan huru-hara dinobatkan menjadi Raja Kesultanan yang sekarang telah dihapuskan (oleh kerajaan Hindia Belanda), bahkan dia sendiri dinyatakan sebagai seorang buronan dengan harga f 1000,- diatas kepalanya.

Hanya karena keberanian, keuletan angkatan darat dan laut (Hindia Belanda) dia berhasil dipojokan dan terpaksa tunduk.

Itulah dia yang namanya :

Pangeran Hidajat Oellah

Anak resmi Sultan muda Abdul Rachman dst, dst, dst….. “.

( Buku Expedities tegen de versteking van Pangeran Antasarie, gelegen aan de Montallatrivier. Karya J.M.C.E. Le Rutte halaman 10).


Dengan penangkapan Sultan ini maka berakhirlah peperangan besar yang terjadi, peperangan yang terjadi berikutnya dilukiskan oleh tentara Hindia Belanda sebagai pemberontakan-pemberontakan kecil.


“Dengan Hidayat, pengganti sah dari Sultan Adam, rakyat yang memberontak itu kehilangan tonggak penunjangnya; dengan Hidayat, pemimpin Agama, para pemimpin agama kehilangan senjata yang paling ampuh untuk menghasut rakyat; oleh kepergian Hidayat, hilanglah semua khayalan untuk memulihkan kembali kebesaran dan kekuasaan Kerajaan Banjar, dengan kepergian Hidayat maka pemberontakan memasuki tahap terakhir” (De Bandjermasinsche krijg hal. 280)

“Dengan Hidayat hilanglah semua khayalan, hasrat suci yang berlebihan, pendorong semangat dan penyebab dari perang ini”(De Bandjermasinsche Krijg hal. 342)


Selesai
 
 
Sumber:
1. Sejarah Banjar,
2. Profil Republik Indonesia, Kalimatan Selatan. Jakarta: Yayasan Bakti Wawasan Nusantara. 1992
3. Depdikbud, Komplek Makam Sultan Suriansyah.
4. Imansyah Mahbara, Komplek Makam Sultan Suriansyah, Depdikbud Kalsel, 1988
5. http://kerajaanbanjar.wordpress.com/ 

1 komentar:

ingin wujudkan impian anda , raih kesempatan dan menangkan ratusan juta rupiah hanya di ionqq,silakan invite
pin bb#58ab14f5

 

Posting Komentar